Cari Blog Ini

Kamis, 20 Januari 2011

الإستعارة MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Balaghah II Dosen Pengampu : Bpk. Mahfud Shidiq, LC, MA Disusun Oleh : Emil Salim 073211029 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2009 الإستعارة I. PENDAHULUAN Alqur’an merupakan mu’jizat terbasar bagi nabi Muhammad SAW kemu’jizatannya terkandung pada aspek bahasa dan isinya. Di aspek bahasa Alqur’an mempunyai tingkat fashahah dan balaghah yang tinggi. Sedangkan dari aspek isi pesan dan kandungan maknanya melampaui batas-batas kemampuan manusia. Ketika Alqur’an muncul banyak di dalamnya terkandung hal-hal yang tidak bisa ditangkap oleh orang-orang pada zamannya, akan tetapi kebenarannya baru biisa dibuktikan pada abad modern sekarang ini. Banyak dari ulama’-ulama’kemudian mulai menyusun ilmu Nahwu, Shorof, dan Balaghah untuk mengetahui sastra alqr’an. Ilmu Balaghah kemudian disusun oleh pakar bahasa dengan dikelompokkan menjadi 3 bagian salah satunya adalah ilmu Badi’ yang di dalamnya membahas tentang Isti’arah. II. RUMUSAN MASALAH Makalah iini akan membahas tentang: A. Definisi Isti”arah B. Usur-unsur Isti’arah C. Pembagian Isti’arah III. PEMBAHASAN A. Definisi Isti’arah Isti’arah menurut bahasa adalah mengangkat sesuatu dan memindahkannya dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan menurut istilah, Isti’arah adalah majaz yang alaqohnya musyabihat atau dengan kata lain penggunaan lafadz yang tidak pada tempatnya karena ada alaqoh ( hubungan ) yang serupa ( musyabihat ) antara makna yang di pindah ( Al manqul anhu ) dan yang di pakai ( al- musta’mal fih ). Contoh :في المدرسة رايت زيدًا B. Unsur-unsur Isti’arah Unsur-unsur Isti’arah mempunyai 3 unsur : • Musta’arlah ( Musyabbah ) • Musta’ar minhu ( Musyabbah bih ) • Musta’ar ( Kata yang dipinjam ) Pada hakikatnya isti’arah adalah tasybih yang dibuang salah satu tharafainnya ( must’ar minhu atau musta’arlahnya ) dan dibuang pada wajah syibh dan adat tasybihnya. C. Pembagian Isti’arah 1. Isti’arah dilihat dari segi penyebutan tharafainnya:  Isti’arah tasrihiyyah (تصرحية) yaitu isti’arah yang hanya menyebutkan musyabbah bih atau musta’ar minhunya dengan kata lain membuang musyabbah contoh : كتاب أنزلناه إليك لتخرج الناس من الظلمات الي النور(إبراهيم : 1) “Al-qur’an itu suatu kitsb yang kami turunkan kepadamu untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.” Pada ayat diatas terdapat kata الظلماتdan النور .Kedua kata pada ayat diatas digunakan untuk makna majazi maka sebenarnya kata الضلال untuk makna الظلمات dan الهدي untuk makna النور. Kata الضلال dan الهدي merupakan musyabbah yang dibuang sedangkan الظلمات dan الهدي adalah musyabbah bih.  Isti’arah makniyyah yaitu isti’arah yang membuang musyabbah bihnya atau musta’ar minhunya dan menyebutkan sesuatu yang sesuai dengan musyabbah bihnya contoh : ني لرأيت رؤوسا قد أينعت # وحان قطافها وإني لصاحبها ”sungguh aku melihat kepala-kepala yang sudah ranum dan sudah tiba waktu memanennya dipetik dan akulah pemetiknya.” Pada contoh syi’ir atau ungkapan diatas kita menemukan ungkapan رؤوسا قد أينعت (kepala-kepala yang sudah ranum). Dari perkataan أينعت (sudah ranum), kita dapat mengetahui bahwa ada penyamaan kepala dengan buah-buahan. Disina hanya disebutkan musta’arlah (musyabbah) saja yaitu “kepala” sedang musta’ar minhunya tidak ada, hanya diisyarahkan dengan kata ranum yang mana kata tersebut lazimnya di gunakan untuk buah-buahan. Kata “buah-buahan” sebagai musta’ar minhunya dibuang. 2. Isti’arah dilihat dari segi tharafain  Isti’arah Inadiyah (عنادية) Adalah isti’arah yang kedua thorofnya tidak bias bersatu. Contoh: كتاب أنزلناه إليك لتخرج الناس من الظلمات الي النور(إبراهيم : 1) “Al-qur’an itu suatu kitsb yang kami turunkan kepadamu untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.” Kata yang berarti gelap/ الضلال itu tidak bisa bersatu dengan kata النور yang berarti cahaya/petunjuk karena keduanya saling berlawanan. Isti’arah Inadiyah dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Tamlihiyah (تملحية) Yaitu asti’arah yang dimaksudkan untuk memaniskan makna atau memuliakan makna. Contoh: رأيت أسدا- تريد جبانا 2. Tahkimiyah (تهكمية) Yaitu isti’arah yang dimaksudkan untuk menghina. Contoh: فبشرهم بعذاب أليم Lafadz فبشرهم merupakan isti’arah yang dimaksudkan untuk menghina orang-orang kafir karena untuk menakut-nakuti (للإخذار).  Isti’arah wifaqiyah (وفاقية) Isti’arah yang kedua thorofnya bisa bersatu seperti kumpulnya النور dan الهدي . contoh: او من كان ميتا فأحييناه....(الأنعام:123) (اي ضالاّ فهديناه) Kata فأحييناه yang berarti hidup bisa berkumpul dengan kata فهديناه oleh karena itu contoh tersebut termasuk isti’arah wifaqiyah. 3. Isti’arah dilihat dari segi thorof musta’arnya  Isti’arah Tahqiqiyah (تحققية) Adalah isti’arah yang musta’ar lah-nya berupa kata yang nyata/konkret baik ditinjau secara indrawi maupun aqli. Contoh indrawi: رأيت بحرًا يعطي Karena بحرًا adalah musta’ar lah yang nyata bila ditinjau secara indrawi karena makna dari lafadz بحرًا bisa dilihat dari kasat mata. Disini kata بحرًا merupakan lafadz isti’arah dari orang-orang yang dermawan oleh karena itu pada contoh tersebut termasuk isti’arah tahqiqiyah. Contoh aqli: إهدنا الصراط المستقيم Kata الصراط المستقيم merupakan musta’ar lah yang nyata bila ditinjau secara aqli karena الصراط المستقيم hanya bisa diakal untuk memahaminya dan tidak bisa dilihat secara indrawi. Disini kata الصراط المستقيم merupakan lafadz isti’arah dari الدين الحق oleh karena itu contoh tersebut merupakan isti’arah tahqiqiyah.  Isti’arah Tahyiliyah (تخيلية) Adalah isti’arah yang musta’ar lah-nya tidak nyata. Contoh: انشبت المانية اظفارها بفلان Lafadz merupakan musta’ar lah ynag tidak nyata baik dilihat secara indrawi maupun aqli oleh karena itu contoh tersebut termasuk isti’arah tahyiliyah. 4. Isti’arah dilihat dari segi jami’  Qoribah (قريبة) Adalah isti’arah yang jami’nya itu dhomir yang tidak perlu pembahasan atau pemikiran yang panjang, seperti رأيت أسدا يرمي. Jami’ dlaam kalimat ini adalah pemberani.  Ghoribah (غريبة) Adalah isti’arah yang jami’nya samar-samar yang hanya bisa diketahui orang-orang khusus, seperti contoh syair: غمر الرداء اذا تبسم ضاحكا # غلقت لضحكته رفاب المال غمر الرداء artinya كثير العطيا والمعروف , kata الرداء adalah isti’arah dari kataالمعروف karena الرداء itu menutupi pemiliknya kemudian kata الرداء menjadi kataمضاف اليه dari الغمر yang juga sebagai qarinah bahwa kata الرداء bukan berarti الثوب(jenis pakaian) karena kata الغمر adalah salah satu dari sifat harta bukan dari sifat pakaian. Isti’arah ini tidak bisa diketahui kecuali orang-orang khusus, oleh karena itu contoh tersebut isti’arah gharibah. 5. Isti’arah dilihat dari mulaimnya  Isti’arah murosyahah (مرشحة) Yaitu isti’arah yang menyebutkan mulaim-nya musta’ar minhu. Contoh: أولئك الذين اشتروا الضلالة بالهدى فما ربحت تجارتهم (البقرة:16) “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” Pada ayat tersebut musta’ar minhu-nya adalah lafadz الإشتراء sedangkan musta’ar lah-nya adalah الإختيار (memilih) karena ada جامع lafadz yang mantesi (ahsanul faidah / sebaik-baiknya faidah). Adapun qarinah yang mencegah untuk menggunakan makna asli adalah “"الضلالة. Kata isti’arah الإشتراء pada ayat tersebut di sesuaikan dengan mulaimnya yaitu فما ربحت تجارتهم, oleh karena itu dinamakan isti’arah murosyahah.  Isti’arah mujarodah (مجردة) Isti’arah yang menyebutkan mulaimnya musyabbah atau musta’ar lah, seperti contoh: لاتتفكهوا بأعرض الناس, فشرُّ الخلقِ الغيبة Kata لاتتفكهوا yang bermakna تكلم فى الغرض adalah musyabbah bih, musyabbahnya adalah تكلم فى الغرض . Karena ada jami’ sebagian orang itu condong pada sesuatu. Pada kalimat di atas terdapat mulaimnya musyabbah yaitu فشرُّ الخلقِ الغيبة dan qarinah yang mencegah untuk menggunakan makna asli yaitu (أعرض الناس).  Isti’arah Muthlaqah Yaitu isti’arah yang tidak menyebutkan mulaimnya musta’ar dan musta’arlah atau isti’arah yang menyebutkan mulaimnya musta’ar dan musta’arlah secara bersamaan. Contoh: إنا لما طغى الماء حملنا عليكم فى الجارية Lafadz طغى diserupakan dengan الزيادة karena ada jami’ تجاوزالحد (melebihi batas). Dalam ayat tersebut tidak menyebutkan mulaim baik dari musyabbah / musyabbah bih, oleh karena itu disebut isti’arah muthlaqah. 6. Isti’arah dilihat dari segi ifrod & tidaknya  Isti’arah Ifrodiyah (إفرادية) Yaitu isti’arah yang lafadz isti’arahnya mufrod sebagaimana dalam isti’arah tashrihiyah dan makniyah  Isti’arah murokabbah (مركبة) Yaitu isti’arah yang lafadz isti’arahnya tersusun (lafadznya ). Isti’arah ini disebut juga isti’arah tamsiliyah, contoh: رأيت زيدا-تقدم رجالا وتؤخر اخر Lafadz yang bergaris bawah itu adalah isti’arah yang murokabbah. 7. Istiarah dilihat dari lafadz isti’arahnya  Isti’arah Asliyah (أصلية) Yaitu isti’arah yang lafadz isti’arahnya berupa isim jamid yang tidak musytaq, seperti lafadz كوكبا pada syair berikut: كوكبا ماكان أقصى عمره # وكذلك عمر كواكب الأشجار Kata كوكبا adalah isim jamid oleh karena itu disebut isti’arah asliyah. كوكبا adalah musta’ar dan musta’arlah-nya ابن, alaqahnya صغرالجسم (bentuknya kecil)  Isti’arah Tabi’iyah (تبعية) Yaitu isti’arah yang lafadz isti’arahnya berupa isim musytaq/ fi’il, seperti lafadz سكت pada firman Allah berikut: ولما سكت عن موسى الغضب أخذ الألواح وفى نسختها هدى ورحمة (الأعراف:154) “Sesudah amarah nabi Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) lauh-lauh (taurat) itu, dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut pada Tuhannya.” Lafadz سكت diserupakan dengan انتهاء الغضب (selesainya marah nabi Musa) karena ada jami’/ alaqah yaitu الهدوء/ tenang. IV. KESIMPULAN Isti’arah adalah majaz yang alaqohnya musyabihat atau dengan kata lain penggunaan lafadz yang tidak pada tempatnya karena ada alaqoh ( hubungan ) yang serupa ( musyabihat ) antara makna yang di pindah ( Al manqul anhu ) dan yang di pakai ( al- musta’malfih ). أركان الإستعارة:  مستعار منه  مستعار له  مستعار تمليحية  مصرحة – طرف عنادية تهكمية وفاقية  مكنية  تخييلية  جامع قريبة غريبة أقسام الإستعارة  ملائم مرشحة مجردة مظلفة  افراد او لا مفردية مركبة  لفظ استعارة أصلية تبعية  ذكر مستعار تحقيقية تخيييلة V. PENUTUP Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan, baik kekurangan dalam pengambilan referensi maupun kekeliruan dalam penulisan. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah mengharapkan peran aktif anda sekalian untuk menyampaikan kritik konstruktif demi tercapainya makalah yang mendekati sempurna. Semoga ini bermanfaat bagi kita semua. DAFTAR KEPUSTAKAAN al- Hasyimi, Sayyid Ahmad. 1960. Jawahirul Balaghah. Maktabah dar ihyalkutubil arobiyah. Atiq, Doktor Abdul Aziz. Ilmu Bayan. Beirut: Darulannadloh al arobiyah. Dimyati, Haris ‘Alaikum. Jawahirul makmun. PIP Tremas. Zaenuddin, Mamat & Yayan Nurbayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghoh. Bandung: Refika Aditama.

2 komentar: